Setiap 24 April, dunia memperingati Hari Sadar Bising Sedunia (International Noise Awareness Day) — momen yang mengingatkan kita bahwa suara bising bukan hanya mengganggu, tapi juga bisa berdampak serius pada kesehatan fisik dan mental. Di era urbanisasi dan mobilitas tinggi, kebisingan bukan lagi sekadar latar belakang kota besar, tetapi menjadi bagian tak terhindarkan dari kehidupan sehari-hari, termasuk di dunia kerja.

Bagi banyak pekerja, kebisingan menjadi stresor diam-diam yang menurunkan fokus, memicu kelelahan mental, hingga mengganggu komunikasi tim. Hal ini tak terkecuali dalam sektor yang dinamis seperti perusahaan logistik di Indonesia, di mana aktivitas operasional seperti bongkar muat, kendaraan berat, dan lalu lintas pengiriman menjadi bagian dari keseharian.

Namun menariknya, perusahaan seperti PT Salam Pacific Indonesia Lines (SPIL) mulai menyadari pentingnya menciptakan lingkungan kerja yang lebih mindful. Meskipun bergerak di sektor logistik yang padat aktivitas, SPIL membangun ekosistem kerja berbasis teknologi melalui digital logistics services, sehingga banyak proses yang sebelumnya bising secara fisik kini bisa dikendalikan secara digital — mulai dari pelacakan barang, jadwal kapal, hingga manajemen pengiriman.

Transformasi ke arah logistik terintegrasi dan digital tak hanya berdampak pada efisiensi, tapi juga pada ketenangan operasional. Karyawan tidak lagi harus berlarian ke gudang hanya untuk cek status pengiriman, atau meneriakkan instruksi di tengah deru mesin — cukup melalui platform seperti mySPIL, semua terpantau dalam satu sistem yang tenang dan terkontrol.

Hari Sadar Bising Sedunia juga mengingatkan bahwa kebisingan bisa datang dari luar dan dari dalam. Selain suara mesin, kebisingan bisa berupa overload notifikasi, rapat yang terlalu sering, hingga tekanan target tanpa ruang jeda. Di sinilah pentingnya membangun budaya kerja yang tidak hanya cepat, tapi juga sadar. Sadar akan batas. Sadar akan hak untuk bekerja dalam ruang yang mendukung keseimbangan fisik dan emosional.